Memasuki bulan kasih sayang, kita jadi sering dengar tentang semangat untuk mencintai diri sendiri alias love yourself. Seiring dengan ini, istilah self-reward juga makin sering terdengar. Sebuah kegiatan di mana kita membeli sesuatu, mulai dari yang receh hingga yang mewah seperti liburan atau gadget baru, sebagai bentuk apresiasi diri setelah bekerja keras untuk mencapai sesuatu. Penting enggak? Pastinya. Karena apresiasi ini bisa bikin kita makin terdorong untuk melakukan banyak hal. Wajar sekali jika Sobat Principal memberi self-reward untuk tiap pencapaian.
Tapi, sayangnya kadang kita lupa self-reward itu sebaiknya tidak dilakukan terlalu sering. Selain bisa bikin rasa spesialnya berkurang (dan ini bikin Sobat Principal tidak terlalu excited lagi ketika mendapatkannya) juga bikin kantong menipis. Terutama jika self-reward-nya lumayan mahal. Tanpa kita sadari, self-reward ini malah jadi ajang pembenaran untuk membeli banyak barang tanpa takut dibilang boros. Nah, biar enggak kebablasan, coba yuk simak makna sesungguhnya dari self-reward dan bedanya sama boros yang dilansir dari berbagai sumber.
Makna Self-Reward
Secara literal, self-reward itu berarti bentuk apresiasi (reward) kepada diri sendiri setelah melewati atau berhasil melakukan sesuatu yang cukup melelahkan. Ini adalah bentuk menghargai diri sendiri serta usaha yang dilakukan kemarin-kemarin. Tujuannya, biar kamu tetap semangat dan tidak berhenti melangkah. Namun belakangan, bagian “melewati atau berhasil melakukan sesuatu”-nya sering terlupakan dan kadang jadi bias. Karena semua hal lantas harus diberi self-reward.
Sebenarnya, harus selelah dan seheboh apa sih untuk bisa mengganjar diri sendiri dengan self-reward? Pertanyaan ini tentunya hanya bisa dijawab oleh Sobat Principal sendiri, karena pasti berbeda-beda ya. Namun, secara umum, definisi “lelah” itu harusnya saat kamu baru selesai menghadapi badai dan butuh kenyamanan yang bisa didapat dengan membeli sesuatu yang menyenangkan.
Dengan kondisi pandemi yang penuh dengan badai, wajar banget kalau pada akhirnya banyak orang yang jadi sering mengapresiasi diri sendiri. Sobat Principal termasuk salah satunya?
Self-reward itu normal dan amat sangat diperbolehkan, tapi hindari menjadikan frase ini sebagai pembenaran atas segala ke-BM-an kita ya. Biar nggak keterusan, coba yuk cek bedanya self-reward sama keborosan!
1. Self-Reward = Apresiasi untuk Kerja Keras.
Seperti sudah dijelaskan, self-reward adalah apresiasi untuk diri sendir setelah berhasil melewati badai yang terjadi dalam hidup. Agar mood dan semangat balik lagi, penting banget untuk memberi hadiah ke diri sendiri. Tapi, kalau hari-harinya biasa saja, alias tidak ada badai menghadang, terus tiba-tiba pengen ngasih self-reward, bisa jadi itu BM semata. Jadi coba dicek-cek lagi, apakah Sobat Principal memang sudah eligible untuk mendapatkan self-reward.
2. Self-Reward Sebaiknya Bukan Hasil Utang
Nah ini penting banget nih, jangan karena bela-belain menghibur diri sendiri tapi malah menyusahkan di masa depan. Sebaiknya sih, kurangi utang-utang konsumtif, seperti untuk liburan atau membeli barang yang sebenarnya tidak terlalu perlu. Jika memang harus, coba menabung dulu ya! Lagipula, self-reward itu tidak harus mahal lho! Self-reward juga tidak harus berbentuk barang. Bisa istirahat seharian sambil marathon series terbaru juga bisa dianggap self-reward selama itu bikin kamu nyaman dan bikin hati senang lagi. Kalau self-reward kamu bikin keuangan terganggu, mungkin perlu dilihat lagi, cara-cara mengapresiasi diri yang lain.
Setelah mengetahui perbedaannya, sekarang makin jelas kan mana self-reward dan mana yang merupakan keborosan semata. Semoga Sobat Principal makin bisa membedakan dan memilah mana bentuk apresiasi yang terbaik untuk diri sendiri. Pssstt… jika keborosan berkurang, kamu bisa banget tuh mengkonversikan dana jajan tadi untuk dijadikan investasi. Ingatlah, masa depan yang baik adalah bentuk self-reward terbaik!
Jadi, mau mulai investasi apa nih? Coba cek di sini ya untuk melihat instrumen investasi yang paling cocok buat kamu!