Saatnya Membangun Hubungan Yang Sehat Dengan Keuanganmu

Layaknya sebuah hubungan antar manusia, hasil yang positif dalam pengelolaan keuangan juga bergantung dari seberapa sehat cara kita melakukan maintenance di dalamnya. Sobat Principal, apakah kamu familiar dengan istilah financialship?

Istilah financialship digunakan untuk merujuk cara pasangan yang akan atau sudah menikah dalam mengelola keuangan rumah tangga/keuangan bersama. Cara dua orang yang memutuskan untuk hidup bersama dalam mengelola keuangan ternyata menjadi salah satu faktor utama dalam kunci langgengnya pernikahan. 

Namun setujukah Sobat Principal jika sehat-tidaknya hubungan finansial itu akarnya adalah diri kita sendiri? Dengan membiasakan diri sendiri untuk “sehat” secara finansial, kita akan terhindar dari menjadi red flags toxic financialship saat menjalani hidup bersama pasangan! Seperti apa sih ciri-ciri financialship yang sehat dan bagaimana menghindari toxic financialship?

Kenali red flag-nya!

Kita bisa memulainya dengan assessment sederhana!

Apa tujuan finansialku?
Tujuan finansial tiap orang tentu berbeda, satu yang pasti, semua menginginkan keamanan dan kestabilan ekonomi di masa sekarang dan masa depan. Coba ingat lagi, apa yang pada akhirnya mendorong Sobat Principal untuk bangun pagi dan berangkat kerja. Pastikan tujuan finansialmu spesifik, agar kamu tahu langkah yang harus diambil untuk meraihnya. Misalnya, ingin naik haji di bawah usia 40 tahun, atau ingin pensiun dini. Hindari membuat tujuan yang terkesan “ngawang” seperti ingin bahagia. Karena ini malah menyusahkan kita dalam menyusun rencana keuangan. 

Literasi finansial
Saat melihat saldo di akhir bulan, apakah kita selalu merasa “terkejut” karena tidak menyangka pengeluaran kita demikian besar? Ini adalah pertanda sudah saatnya untuk memberikan diri sendiri pelajaran finansial dasar: pencatatan keuangan.

Impulsif
Seperti apa pola spending kita dalam membeli barang/pengalaman? Apakah dalam hitungan menit setelah melihat suatu barang kita seketika membelinya tanpa budgeting yang jelas? Atau sulit sekali menahan godaan diskon dan mindset “mumpung ada uangnya”?

Atas nama self-reward
Seberapa sering kita kalah dalam pertarungan menabung vs belanja? Seberapa sering juga kita menggunakan argumentasi self-reward saat melihat barang lucu melintas di media sosial? 

Dari beberapa contoh di atas, seberapa banyak yang kita centang? Agar diri kita tidak lagi menjadi red flags bagi financialship kepada diri sendiri dan orang lain, mulai benahi diri untuk memperhatikan hal-hal berikut sebelum mengeluarkan uang yuk!

Mindfulness
Siapa sangka di atas “aturan” pengelolaan keuangan yang populer saat ini, hal yang paling penting untuk dimiliki adalah kesadaran. Dengan senantiasa aware di mana posisi keuangan kita saat ini, tren impulsive spending bisa ditekan dengan mengambil waktu yang cukup untuk melihat keadaan finansial kita secara holistik.

Financial literacy
Tidak dapat dipungkiri syarat penting untuk pengelolaan keuangan adalah literasi keuangan. Tidak perlu sampai menyewa akuntan atau belajar akuntansi secara mendalam, kita bisa memulainya dari hal kecil. Melakukan pencatatan keuangan dengan neraca debet-kredit sederhana, membagi pos keuangan dengan metode Living-Saving-Playing, dan secara berkala melakukan review keuangan untuk mengetahui tren finansial kita dan melakukan pembenahan dari sana.

Menghindari utang
Batas maksimal untuk berutang adalah 30% dari gaji. Di atas itu, ruang untuk menabung akan bersikutan dengan pengeluaran. Kondisi finansial tanpa tabungan akan mempengaruhi kondisi psikis di mana kita senantiasa merasa terancam dan tidak tenang. Dalam kondisi seperti ini, menambah utang (meski sebenarnya bukan untuk urusan mendesak) terlihat seperti solusi karena kita sedang berada dalam situasi “terancam” dan tubuh otomatis merespon dengan flight or fight, mencari solusi yang paling cepat, bukan paling bijak.

Hal ini akan menjadi lingkaran yang tidak berakhir sampai pada titik kita memiliki terlalu banyak utang. Jangan sampai mentality “Ah hanya perlu mencicil sekian bulan,” membuat kita stress berlebihan ya, Sobat Principal!

Mulai berinvestasi
Dalam pencatatan keuangan modern, pada bagian saving sangat dianjurkan untuk menyimpan tabungan (setelah mengamankan dana darurat) dalam bentuk investasi. Masihkah ada asosiasi antara investasi = gambling? Sobat Principal ingatkah saat banyak yang percaya bahwa uang yang diinvestasikan beresiko lenyap tanpa jejak sehingga harus menggunakan “uang dingin”?

Stigma tersebut tidak sepenuhnya salah, karena minimnya akses informasi tentang investasi sehingga kerap dikaitkan dengan trading atau jual beli saham. Padahal dalam jual beli saham sekalipun, masih ada tingkatan profil mulai dari moderate, aggressive atau bermain aman/conservative. Saham sendiri adalah salah satu dari sekian produk investasi yang ada di pasar modal. Kita bisa memilih ingin menjadi investor tipe yang mana dan produk apa yang paling cocok untuk kita jadikan pilihan dalam investasi. Sehingga, tidak perlu lagi kuatir jika berinvestasi dapat melenyapkan uang yang kita simpan.

Tidak hanya produknya yang beragam, investasi saat ini juga sudah ramah terhadap aturan agama islam. Pasar modal syariah sudah mewadahi produk-produk investasi yang menerapkan aturan syariah dalam pengelolaannya. Kita bisa memilih saham syariah, sukuk hingga reksa dana syariah. Untuk reksa dana syariah, coba temukan reksa dana yang paling sesuai dengan kamu. Kamu juga bisa cek pilihan reksa dana Principal ya!

Jadi, apakah Sobat Principal sudah siap membebaskan diri dari toxic financialship